![]() |
Kondisi kolam ikan patin usai tertimbun tanah yang diduga akibat dampak proyek pematangan lahan di wilayah Teluk Mata Ikan, Nongsa, Kota Batam. (Foto: Dok. ESNews) |
BATAM | ESNews - Romi Lubis, peternak ikan Patin terpaksa gigit jari lantaran gagal panen usai kolam ikan miliknya tertimbun tanah imbas dari proyek pematang lahan di wilayah Teluk Mata Ikan, Nongsa, Kota Batam, Kamis (26/6/2025).
Atas musibah ini, pria paruh baya ini merugi hinga ratusan juta. Tak tau kepada siapa ia mengadu. Segala upaya telah ia lakukan, namun tak membuahkan hasil.
Romi menceritakan, sejak kegiatan pematangan lahan di wilayah tersebut beroperasi, kolam ikan miliknya mulai tercemari limbah air keruh. Akibatnya, perkembangan ikan pun terganggu. Namun hal itu masih bisa ia tolerin.
"Sekarang ini, bukan cerita tercemar lagi. Tapi kolam sudah tertimbun tanah. Tak ada lagi yang mau diceritakan. Habis sudah. Padahal ikan itu hanya menunggu waktu saja untuk siap dipanen," ucap Romi sembari menunjukkan dokumentasi kondisi kolam ketika tertimbun tanah
Soal kerugian, ia mengaku merugi hingga mencapai Rp 500 juta dengan rincian total bibit ikan patin yang masuk sebelumnya yakni sebanyak 42.000 ekor yang dipesan langsung dari Tangerang sesuai list pada surat Kesehatan Karantina Ikan dan produk ikan yang dikeluarkan oleh Badan Karantina Indonesia, pada tanggal 27 Januari 2025 lalu.
"Dengan peluang bibit 42.000 ekor, minimnya itu akan menghasilkan 20 ton ketika masa panen, nah, sekarang harga pasaran ikan patin per kilo Rp.24.000 dikali 20.000 kg yakni senilai Rp480 juta. Itu masih kotor, belum lagi pakan yang sudah masuk sudah Rp100 juta lebih dan itu saya masih terutang di toko pakan," jelasnya.
Awal ketika kolam miliknya tertimbun akibat dampak proyek tersebut pada Jumat (6/6/2025) lalu, pihak Perusahaan seolah tak perduli. Merasa tak terima atas itu, seminggu kemudian ia minta pertanggungjawaban dengan menemui pihak pengawas proyek dilokasi, namun tidak ada jawaban.
"Nah, seminggu setelah itu, seorang pria FH (menyebutkan nama asli) mendatangi saya. Dia mengaku diutus oleh pihak Perusahaan untuk melakukan upaya mediasi atas apa yang sudah saya alami. Selang beberapa hari kemudian, melalui sambungan telepon, saya dihubungi dan ditawari Rp3 juta sebagai ganti rugi," ujarnya.
Dalam hal ini, ia mengaku merasa dipermainkan oleh pihak Perusahaan. seandainya jauh hari sebelumnya mereka memberikan himbauan ataupun peringatan, "tentu kita dari awal sudah antisipasi akan hal itu. Ini mereka sama sekali tidak ada pemberitahuan," jelas Romi.
"Kita juga tidak menuntut biaya ganti rugi keseluruhannya. Saya hanya minta ganti rugi setengah dari total kerugian saya," tutupnya.
Informasi yang dihimpun, proyek penimbunan lahan itu dikerjakan oleh PT. Sri Indah dengan luasan mencapai 8-9 hektar yang isunya untuk membangun kawasan PT.
Di lokasi juga tidak terlihat plang perusahaan atau plang pemilik PL. Hanya saja, dilokasi lahan tersebut terdapat plang yang bertuliskan "Lahan ini Milik BP Batam". Disebut-sebut, proyek itu diduga belum mengantongi izin pematangan lahan.
Hingga berita ini diterbitkan, wartawan masih berupaya melakukan konformasi kepada pihak perusahaan dan BP Batam. (Red)
Atas musibah ini, pria paruh baya ini merugi hinga ratusan juta. Tak tau kepada siapa ia mengadu. Segala upaya telah ia lakukan, namun tak membuahkan hasil.
Romi menceritakan, sejak kegiatan pematangan lahan di wilayah tersebut beroperasi, kolam ikan miliknya mulai tercemari limbah air keruh. Akibatnya, perkembangan ikan pun terganggu. Namun hal itu masih bisa ia tolerin.
"Sekarang ini, bukan cerita tercemar lagi. Tapi kolam sudah tertimbun tanah. Tak ada lagi yang mau diceritakan. Habis sudah. Padahal ikan itu hanya menunggu waktu saja untuk siap dipanen," ucap Romi sembari menunjukkan dokumentasi kondisi kolam ketika tertimbun tanah
Soal kerugian, ia mengaku merugi hingga mencapai Rp 500 juta dengan rincian total bibit ikan patin yang masuk sebelumnya yakni sebanyak 42.000 ekor yang dipesan langsung dari Tangerang sesuai list pada surat Kesehatan Karantina Ikan dan produk ikan yang dikeluarkan oleh Badan Karantina Indonesia, pada tanggal 27 Januari 2025 lalu.
"Dengan peluang bibit 42.000 ekor, minimnya itu akan menghasilkan 20 ton ketika masa panen, nah, sekarang harga pasaran ikan patin per kilo Rp.24.000 dikali 20.000 kg yakni senilai Rp480 juta. Itu masih kotor, belum lagi pakan yang sudah masuk sudah Rp100 juta lebih dan itu saya masih terutang di toko pakan," jelasnya.
Awal ketika kolam miliknya tertimbun akibat dampak proyek tersebut pada Jumat (6/6/2025) lalu, pihak Perusahaan seolah tak perduli. Merasa tak terima atas itu, seminggu kemudian ia minta pertanggungjawaban dengan menemui pihak pengawas proyek dilokasi, namun tidak ada jawaban.
"Nah, seminggu setelah itu, seorang pria FH (menyebutkan nama asli) mendatangi saya. Dia mengaku diutus oleh pihak Perusahaan untuk melakukan upaya mediasi atas apa yang sudah saya alami. Selang beberapa hari kemudian, melalui sambungan telepon, saya dihubungi dan ditawari Rp3 juta sebagai ganti rugi," ujarnya.
Dalam hal ini, ia mengaku merasa dipermainkan oleh pihak Perusahaan. seandainya jauh hari sebelumnya mereka memberikan himbauan ataupun peringatan, "tentu kita dari awal sudah antisipasi akan hal itu. Ini mereka sama sekali tidak ada pemberitahuan," jelas Romi.
"Kita juga tidak menuntut biaya ganti rugi keseluruhannya. Saya hanya minta ganti rugi setengah dari total kerugian saya," tutupnya.
Informasi yang dihimpun, proyek penimbunan lahan itu dikerjakan oleh PT. Sri Indah dengan luasan mencapai 8-9 hektar yang isunya untuk membangun kawasan PT.
Di lokasi juga tidak terlihat plang perusahaan atau plang pemilik PL. Hanya saja, dilokasi lahan tersebut terdapat plang yang bertuliskan "Lahan ini Milik BP Batam". Disebut-sebut, proyek itu diduga belum mengantongi izin pematangan lahan.
Hingga berita ini diterbitkan, wartawan masih berupaya melakukan konformasi kepada pihak perusahaan dan BP Batam. (Red)